Jumat, 22 Agustus 2008

Waspadai Kegemukan Pada Anak




Kita sering menganggap anak kecil yang berbadan gemuk itu lucu dan menggemaskan. Padahal kelebihan berat badan pada anak menyimpan potensi membahayakan kesehatan serta mendorong anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri.

Kegemukan: Obesitas dan Overweight

Berapakah berat badan seorang anak sehingga dikatakan obese atau mengalami obesitas? Apakah kelebihan 2 kg lebih dari berat badan ideal saja sudah tergolong obese?

Ada perbedaan antara overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas. Kegemukan merupakan keadaan berlebihnya lemak tubuh secara absolut maupun relatif. Kelebihan lemak tubuh umumnya mengakibatkan peningkatan berat badan dan indeks massa tubuh (IMT).
Perhitungan IMT adalah berat badan dalam kg dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter, atau BB (kg)/(TB (m))2.
Dr. Sadoso Sumosardjuno, Sp.KO, dari Klub Aerobik PKO Dr. Sadoso, menyatakan dalam Kompas Cyber Media bahwa IMT kurang dari 18,5 dinyatakan kurang. IMT antara 19-25 berarti berat badan sehat atau normal, IMT antara 25-30 berarti kelebihan berat badan (overweight), IMT antara 30-40 disebut obesitas, dan IMT 40 atau lebih berarti obesitas yang berbahaya.
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi obesitas 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada wanita. Dr. Damayanti K.Syarif dari Fakultas Kedokteran UI menyatakan dari penelitian yang dilakukan di 14 kota besar di Indonesia, angka kejadian obesitas pada anak tergolong relatif tinggi, yaitu 10 – 20% dengan angka yang terus meningkat hingga kini.

Di negara maju, angka ini bahkan lebih tinggi lagi. Menurut International Journal of Pediatric Obesity (2006), proyeksi penderita overweight di Amerika Serikat pada tahun 2010 adalah sebanyak 46.4% populasi, dan obesitas sebanyak 15.2%. Adapun proyeksi prevalensi tahun 2010 di Eropa sebesar 38.2% overweight dan 10% obesitas.

Kelebihan berat badan terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan antara kalori yang dikonsumsi anak dari makanan dan minumannya, dengan kalori yang dimanfaatkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan, metabolisme, dan aktivitas fisiknya. Dengan kata lain, kelebihan berat badan terjadi bila anak mengonsumsi lebih banyak kalori daripada yang dipergunakannya. Ketidakseimbangan antara kalori yang dikonsumsi dan kalori yang dipergunakan terjadi karena berbagai faktor, yaitu genetik, perilaku, dan lingkungan. Umumnya kelebihan berat badan terjadi karena interaksi dua atau lebih faktor tersebut.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sifat genetis meningkatkan peluang individu untuk mengalami kelebihan berat badan. Namun, sifat genetis saja umumnya tidak menyebabkan kegemukan yang signifikan bila tidak ditambah oleh faktor lingkungan dan perilaku (yaitu konsumsi kalori yang tinggi dan minimnya aktivitas fisik).

Penyebab Kegemukan
Perilaku yang berpotensi mengakibatkan ketidakseimbangan konsumsi kalori sehingga menyebabkan kegemukan adalah perilaku yang terkait:
 Asupan (intake) energi: Konsumsi makanan dan minuman dalam porsi besar, jajanan berkalori tinggi, dan minuman dengan kadar gula tinggi berkontribusi pada kelebihan intake energi pada anak-anak dan juga remaja. Minuman dengan kadar gula tinggi berkontribusi pada kegemukan anak-anak maupun dewasa karena tinggi gula berarti berkalori tinggi. Intake energi dalam bentuk cair ini tidak terlalu mengenyangkan dibandingkan makanan padat, sehingga anak terdorong untuk makan atau minum lebih banyak lagi agar merasa kenyang.

 Aktivitas fisik: Kegiatan fisik penting bagi anak karena baik bagi tekanan darah, kekuatan tulang, serta berat badannya. Anak-anak yang aktif secara fisik biasanya tetap aktif di masa remajanya bahkan hingga dewasa. Berbagai sarana permainan dan hiburan yang makin canggih masa kini membuat anak-anak lebih sedikit beraktivitas fisik dibandingkan orangtuanya di masa kanak-kanak.

 Sedentary behaviour (perilaku bermalas-malasan): Anak-anak menghabiskan cukup banyak waktu di depan televisi, video game, atau film (CD/DVD) setiap hari. Beberapa studi menunjukkan kaitan positif antara waktu yang dihabiskan menonton TV dan peningkatan prevalensi kelebihan berat badan pada anak-anak. Menghabiskan waktu di depan media, terutama televisi, membuat anak menjadi lebih sedikit beraktivitas fisik, membuat tubuh malas, meningkatkan konsumsi energi bila mengemil sambil menonton TV, serta mendorong anak untuk mengonsumsi jajanan tidak sehat yang diiklankan melalui televisi.

Lingkungan juga bisa berkontribusi pada kelebihan berat badan anak, karena lingkungan berpengaruh pada perilaku anak. Misalnya kebiasaan buruk orangtua yang ditiru anak (contohya menonton TV sambil tiduran dan makan snack), serta kondisi lingkungan tempat tinggal yang mungkin membuat anak tidak bisa banyak beraktivitas di luar ruang dikarenakan ketiadaan halaman, lapangan, atau taman bermain, atau tidak ada jalanan yang cukup aman untuk anak bersepeda atau melakukan aktivitas fisik lainnya. Karena itu orangtua hendaknya memberi contoh perilaku hidup sehat, karena anak-anak meniru perilaku orangtua. Jika kondisi memungkinkan, sebaiknya pilih lingkungan tempat tinggal yang mendukung kegiatan fisik bagi anak.

Risiko Kesehatan

Kegemukan berpengaruh terhadap kesehatan karena adanya risiko terkena penyakit kardiovaskular, yaitu termasuk kadar kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan diabetes. Sebuah studi menunjukkan bahwa 60% dari anak yang mengalami kelebihan berat badan berusia 5-17 tahun paling tidak memiliki salah satu faktor risiko penyakit tersebut, dan 25% menderita dua atau lebih risiko penyakit-penyakit tersebut.

Selain risiko kesehatan utama tersebut di atas, penyakit lain yang mungkin timbul terkait dengan kelebihan berat badan adalah asma, hepatitis steatosis, gangguan pernafasan selama tidur (sleep apnea), dan diabetes tipe 2. Hepatitis steatosis adalah menurunnya kadar lemak hati disebabkan oleh tingginya konsentrasi enzim hati. Penurunan berat badan akan menormalkan kembali konsentrasi enzim hati. Sleep apnea ditandai dengan dengkuran keras dan nafas berat selama tidur. Selama terjadi sleep apnea, kadar oksigen dalam darah dapat menurun drastis. Diabetes tipe 2 adalah dampak terhadap kesehatan yang umum terjadi pada orang dewasa yang mengalami obesitas. Namun dalam beberapa tahun belakangan, dilaporkan makin banyak dialami oleh anak-anak dan remaja yang kelebihan berat badan.

Di samping risiko kesehatan, anak penderita kegemukan juga mengalami dampak psikologis. Anak-anak dan remaja penderita kegemukan seringkali mengalami diskriminasi sosial oleh lingkungan dan menjadi bahan ledekan teman-temannya. Tekanan psikologis dari stigma sosial ini dapat mengakibatkan rendahnya rasa penghargaan diri, yang selanjutnya dapat mengganggu prestasi akademik dan fungsi sosial anak. Bila tidak segera diatasi, keadaan ini bisa berlanjut hingga anak mencapai usia dewasa sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri.

Mencegah Kegemukan pada Anak

Untuk membantu anak mencapai berat badan yang sehat, seimbangkan kalori yang dikonsumsi anak dari makanan dan minuman dengan kalori yang dipergunakan tubuhnya untuk aktivitas fisik dan pertumbuhan. Kita dapat membantu anak mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang dengan cara memberi contoh dan mendorong kebiasaan mengonsumsi makanan sehat, membuat hidangan sehat lebih menarik dan lezat, serta menjauhkan godaan makanan berkalori tinggi seperti es krim, kentang goreng, burger, coklat, permen, minuman bergula tinggi, dan sebagainya.

Mendorong anak untuk aktif secara fisik dan mengurangi waktu bermalas-malasan. Aktivitas fisik meningkatkan kadar hormon endorfin yang memiliki efek menimbulkan perasaan bersemangat dan gembira. Selain itu juga memperkuat pertumbuhan tulang, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi stress. Anak-anak dan remaja dianjurkan melakukan kegiatan fisik sedang selama 60 menit setiap hari. Kegiatan menonton TV, bermain video game, atau browsing internet sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 2 jam per hari.

Jika diet perlu diberlakukan pada anak-anak yang mengalami kegemukan, patut diingat bahwa anak-anak tidak boleh melakukan diet berlebihan sehingga mengganggu pertumbuhan normalnya. Sebaiknya diet pada anak dilakukan di bawah pengawasan dokter atau ahli gizi.

Reni S. Kusumawardani

Tidak ada komentar: