Selasa, 26 Agustus 2008

Kontribusi Konsumen dalam Pencegahan Pemanasan Global


Apa hadiah yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka tindak lanjut Konferensi Pemanasan Global di Bali Desember 2007? Sesuatu yang ternyata ‘mengejutkan’, karena pemerintah malah mengeluarkan PP 2/2008 untuk menyewakan lahan hutan lindung Indonesia kepada ‘siapapun yang membayar harganya’. Dan sewa lahan itu sangat murah, yaitu Rp 300/m2 selama setahun. Ketidak konsistenan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memang tidak mempunyai iktikad dalam penyelamatan lingkungan, khususnya dalam mengantisipasi pemanasan global. Bayangkan, dengan laju penggundulan hutan seluas lapangan sepak bola per menit, Indonesia memang berkontribusi dalam pemanasan global ketiga setelah Amerika Serikat dan China. Dan langkah-langkah pemerintah memang tidak terlihat dalam mengatasi laju penggundulan hutan ini, antara lain dengan melepaskan tersangka pembalak liar sehingga terlihat tidak adanya penegakan hukum yang benar-benar tegas terhadap ‘mafia’ pembalakan liar di Indonesia.

Untuk menghadang inisiatif yang tidak produktif ini, maka Walhi mengkampanyekan agar setiap warga negara yang ingin agar hutan lindung Indonesia tetap terjaga turut menyewa hutan lindung Indonesia tersebut. Caranya? Cukup dengan membayar Rp 300/tahun atau Rp 600 per 2 tahun, setiap warga sudah dapat berpartisipasi dalam menyelamatkan hutan. Jika menginginkan area hutan yang dilindungi semakin luas, maka setiap warga dapat membayar sesuai dengan luasan hutan yang dikehendaki. Misalnya dengan uang Rp 60.000, maka setiap orang dapat menyelamatkan hutan seluas 100 m2 selama 2 tahun. Uang tersebut dapat disetor ke Walhi, kemudian Walhi menyetorkan kepada Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Selain langkah ini, banyak cara dikampanyekan oleh berbagai organisasi non-pemerintah dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim. Selain Walhi, Greenpeace dan WWF (World Wild Fund) juga aktif mengkampanyekan perilaku yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim. Diantaranya yang paling praktis dengan cara menghitung karbon yang dikeluarkan dalam setiap aktivitas manusia. Penghitungan yang dilakuan antara lain adalah: jarak tempat tinggal dengan tempat kerja, kendaraan yang digunakan (pribadi atau transportasi publik), luas tanah dan rumah yang dihuni, penggunaan listrik (daya) dan peralatannya. Penghitungan tersebut dapat dilihat dalam website WWF, sehingga dengan memasukkan komponen angka ke software di website tersebut, akan keluar angka berapa pohon yang harus ditanam oleh konsumen tersebut. Misalnya jarak penulis dengan tempat kerja sejauh 100 km (pulang-pergi) dengan kombinasi mobil pribadi dan kendaraan umum, luas rumah tinggal 80m2, daya 1300 watt, dengan listrik utama hanya untuk lampu, kulkas dan televisi. Angka-angka ini kemudian dimasukkan ke software tersebut, maka akan keluar pernyataan bahwa penulis harus menanam 37 pohon untuk mengganti karbon (CO2) yang telah dikeluarkan selama ini. Tidak dijelaskan jenis pohon yang ditanam seperti apa, apakah termasuk juga tanaman hias seperti anggrek dan krisan yang memang sudah bertebaran dihalaman rumah penulis.

Dari penghitungan di atas tersebut terlihat juga bahwa faktor yang membuat kontribusi pemanasan global adalah efisiensi penggunaan bahan bakar, listrik dan konversi lahan ke pemukiman. Semakin banyak bahan bakar yang digunakan, maka semakin banyak karbon yang akan dikeluarkan, begitu juga dengan listrik, karena pembangkit listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar minyak. Sedangkan untuk rumah, semakin luas rumah yang dihuni, maka semakin besar konversi lahan yang dilakukan dengan asumsi berkurangnya daya serap thd CO2 yang keluar karena lahan hijau sudah digantikan dengan bangunan.

Penggunaan AC Ramah Lingkungan
Bagi kalangan menengah ke atas yang tinggal di kota panas Jakarta, pilihan menggunakan AC agaknya tak terelakkan. Penggunaan AC umumnya tidak sekedar 1, bisa jadi setiap ruangan memakai AC. Nah, penggunaan AC yang efisien menjadi salah satu kunci kontribusi konsumen dalam mencegah pemanasan global. Pemakaian listrik untuk AC mendominasi sekitar setengah dari pemakaian listrik. Salah satu cara dalam menghemat listrik - seperti yang dikampanyekan oleh Presiden SBY sekitar setahun lalu - yaitu dengan menset suhu sekitar 25’C, kemudian memastikan bahwa AC dimatikan jika tidak digunakan. Tetapi sayang anjuran ini seperti angin lalu, karena bahkan istana Presiden pun memasang suhu AC hingga 16’C.

Kemudian, cara lain lagi adalah dengan memakai AC yang menggunakan teknologi inverter. Teknologi ini mengatur kecepatan putaran compressor AC lebih lambat atau lebih cepat, untuk mengatur kekuatan pendinginan AC. Jika suhu sudah tercapai sesuai dengan kebutuhan maka kekuatannya otomatis akan diturunkan, hal ini mengurangi konsumsi pemakaian listrik 50% dibandingkan dengan pemakaian AC konvensional. Dengan simulasi pemakaian 8 jam perhari dibandingkan dengan AC konvensional, maka penghematan yang dilakukan sebanyak 4,7 kWh per hari. Perilaku berhemat tersebut dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 3,7 kg/hari atau 1340,2 kg/tahun (koefisien emisi CO2 di Indonesia 781,2621 gram/kWh).

Tetapi di atas segalanya, tetap saja prinsip yang utama untuk penghematan adalah memakai AC seminimal mungkin, dengan suhu diatas 25’C. Bukankah lebih baik buka jendela untuk mendinginkan ruangan daripada menyalakan AC?. Untuk bangunan baru, desain aliran udara mengalir lancar (sehingga mengurangi AC) dan kebun di atap gedung merupakan cara jitu mengurangi emisi CO2 ke udara.


1001 jalan menuju Dunia yang lebih Baik
Masih banyak kontribusi dapat dilakukan konsumen dalam mencegah pemanasan global. Istilahnya 1001 jalan untuk membuat dunia yang lebih baik. Termasuk juga dalam penggunaan email daripada surat, print 2 sisi kertas, penggunaan kertas bekas, kertas daur ulang, menggunakan kompos, pemanfaatan plastik bekas atau tas kanvas untuk berbelanja, mencuci dengan air dingin, dan sebagainya. Segalanya dapat dimulai dari diri kita sendiri, dari hal yang kecil, saat ini juga. Seperti kata Bunda Theresa, tidak semua orang bisa berbuat hal-hal yang besar, tetapi semua orang dapat melakukan hal-hal yang kecil dengan rasa cinta yang besar.’

- Ilyani Sudardjat -

Tidak ada komentar: