Penurunan jumlah inilah yang akhirnya dalam perjalanan pembahasan hingga rencana penyerahan ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri) menjadi sangat terlambat. Memang biasanya jumlah APBD Jakarta dari tahun ke tahun selalu naik sekitar Rp 1 trilyun hingga Rp 2 trilyun. Tetapi pada 2008 ini pihak Pemprov Jakarta membuat kejutan dengan membuat APBD yang jumlahnya lebih kecil dari tahun 2007 sebelumnya yang sekitar Rp 21 trilyun lebih. Pengurangan anggaran ini dikatakan oleh DPRD sebagai langkah kemunduran dan akan terjadi penurunan kualitas pelayanan publik bagi warga Jakarta. Akhirnya pada akhir pembahasannya DPRD katanya melakukan langkah “perbaikan” dan penambahan APBD hingga total menjadi sekitar Rp 2,59 trilyun.
Bertambahnya jumlah APBD 2008 ini memunculkan masalah dan kecurigaan baru jika dilihat lebih rinci lagi RAPBDnya yang telah disusun oleh DPRD. Rupanya penambahan itu bukan hanya sekitar Rp 590 milyar tetapi mencapai sekitar Rp 3 trilyun walau jumlah akhirnya menjadi hanya sekitar Rp 2,59 trilyun. Total usulan awal pemprov yang diubah tercatat sebesar Rp 444,37 milyar namun ditambahkan oleh sebesar Rp 2, 943 trilyun oleh DPRD sehingga terkoreksi menjadi Rp 3,381 trilyun. Coba bayangkan betapa besarnya penambahan atau titipan proyek anggaran yang dilakukan pada APBD Jakarta 2008 nanti. Penambahan atau kenaikan tersebut dilakukan oleh DPRD dengan jurus baru seolah-olah anggarannya pro warga padahal mau mengeruk uang APBD itu dilakukan dengan cara: pertama, menambahkan anggaran pada pos-pos yang tidak diajukan oleh Pemprov Jakarta karena dipandang belum saatnya diajukan pada 2008; kedua, menambahkan besaran anggaran yang sudah diajukan Pemprov Jakarta menjadi lebih besar; dan ketiga, mengurangi anggaran yang diajukan kemudian menaikkannya lagi anggaran yang sudah diajukan oleh Pemprov Jakarta dan mengalihkan ke pos lainnya yang sudah diajukan, bahkan anggaran yang sudah dikurangi oleh DPRD dialihkan dengan membuat pos anggaran baru. Penambahan pos-pos anggaran baru yang diajukan oleh DPRD itu bisa dilihat misalnya saja pada:
- Pengadaan papan nama ketua rukun tetangga (RT) se-Jakarta sebesar Rp 7 milyar, padahal selama ini para ketua RT sudah biasa dan bisa mengadakan papan namanya secara swadaya (Komisi A).
- Pengadaan proyek pengadaan finger print untuk kelurahan sebesar Rp 11 milyar yang pegawainya hanya 8 (delapan) orang tiap keluarahan (Komisi A)
- Pembebasan lahan untuk hutan kota Rt 001 Rw 004 Kelurahan Cilangkap sebesar Rp 34 milyar (komisi B)
- Penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan penceraman minyak di laut sebesar Rp 23 milyar (Komisi B).
- Asuransi Gedung-gedung Pemda sebesar Rp 26 Milyar (Komisi C).
- Pengembangan alat komunikasi radio UHF TETRA Pemprov Jakarta tahap II sebesar Rp 40 milyar (Komisi C).
- Pengadaan dan pembangunan Waduk Kelapa Gading sebesar Rp 80 milyar (Komisi D).
- Pengolahan pencemaran air kali besar Kota Tua sebesar Rp 74 milyar (Komisi D).
- Pembebasan Tanah Kali Cakung Lama dari Rp 36,15 milyar ditambah Rp 25 milyar
- Pengadaan alat pemantau kualitas udara dari Rp 5 milyar ditambah Rp 11 Milyar
- Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi sebesar Rp 500 Juta ditambah Rp 72 milyar
- Rehab total gedung SMPN 179 sebesar Rp 12 Milyar dikurangi Rp 12 milyar
- Rehab total gedung SMPN 282 sebesar Rp 12 Milyar dikurangi Rp 12 milyar
- Rehab total gedung SMPN 53 sebesar Rp 11 Milyar dikurangi Rp 11 milyar
- Bantuan social sebesar Rp 400 milyar ditambah Rp 159 milyar lalu dikurangi lagi Rp 202,1 milyar dan akhirnya menjadi Rp 443 milyar;
- Dinas Prendidikan dasar Rp 244,4 milyar ditambah Rp 24,2 milyar lalu dikurangi lagi Rp 145,2 milyar dan akhirnya menjadi Rp 123,4 milyar.
Semua kebutuhan yang dibuat berdasarkan kebutuhan dan kemampuan yang ada tanpa mengada-ngada agar tidak menggenjot pendapatn besar dari warga. Upaya kotor dan tidak berbudaya ini harus diwaspadai dan dicermati betul oleh pihak Depdagri saat menerima RAPBD yang akan disampaikan oleh Pemprov dan DPRD Jakarta. Untuk itu sebaiknya pihak DPRD menegur keras para anggota DPRD Jakarta yang telah melakukan tipu daya dalam pembahasan RAPBD Jakarta. Jika modus kotor seperti yang dilakukan DPRD Jakarta didiamkan maka bukan tidak mungkin akan ditiru oleh DPRD daerah lain dan akhirnya akan menghambat pembangunan pelayanan public di Jakarta atau di daerah lainnya dikemudian hari.
Azas Tigor Nainggolan,
Penulis adalah Warga Jakarta dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar