Selasa, 26 Agustus 2008

RUU Rumah Sakit, Menuju Keseimbangan Hak dan Kewajiban?


Sebagai sarana kesehatan yang bertujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat, keberadaan rumah sakit mutlak diperlukan. Rumah sakit menjadi wujud kepedulian pemerintah dalam meng-implementasikan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. disebutkan bahwa kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Seperti tertuang dalam Pasal 28 huruf h ayat 1 UUD 1945, yang mengisyaratkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Lebih lanjut secara jelas Pasal 34 ayat 3 menyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Rumah sakit menjadi salah satu fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Namun demikian rumah sakit diharap tetap mampu meningkatkan dan memberdayakan dalam pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat

Predikat penyedia fasilitas pelayanan kesehatan yang bermutu dan layak, maka keberadaan rumah sakit bukan hanya sekedar gedung tinggi menjulang, serta peralatan serba modern kendatipun hal-hal tersebut – tidak bisa tidak – turut menunjang ’prestise’ sebuah rumah sakit. Pengelolaan sumber daya manusia (SDM), mulai dari dokter, tenaga medis, dan non medis yang terlibat dalam aktifitas pelayanan kesehatan berkualitas.

Dalam menjalankan fungsinya, banyak permasalahan yang dihadapi oleh rumah sakit, baik internal maupun eksternal. Pengembangan rumah sakit saat ini lebih cenderung profit oriented, telah menimbulkan persaingan tidak sehat, rendahnya mutu pelayanan dan sering muncul berbagai kasus gugatan yang disinyalir adanya kelalaian dan kesalahan tindakan medis oleh tenaga kesehatan rumah sakit.

Idealnya, seperti tertuang dalam Permenkes No. 159 b Tahun 1988 menyatakan bahwa rumah sakit merupakan jasa kemanusiaan yang non-profit oriented, – namun lebih berbasis customer oriented – dengan presentase rumah sakit pemerintah 75% dan swasta 25%.

Pentingnya Undang-Undang
Dalam kaidah fungsional, rumah sakit menjadi tempat penyembuhan serta pemulihan kesehatan. Tanggung jawab penyembuhan dan pemulihan secara profesi berada di tangan penyelenggara kesehatan yaitu dokter dan tenaga medis. Sedangkan pemerintah bertanggung-jawab terhadap bentuk kebijakan menyangkut pelayanan kesehatan masyarakat.

Terhadap perlunya peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan rumah sakit, serta adanya kepastian hukum baik kepada masyarakat maupun sumber daya manusia di rumah sakit;
dan keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, Pemerintah berencana menuangkan semua itu dalam Undang Undang tentang Rumah Sakit.

Yang perlu mendapat perhatian, yakni salah satu cara menilai kelengkapan suatu produk peraturan perundang-undangan hubungannya dengan kebutuhan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan (konsumen) dan tenaga medis rumah sakit – dokter, perawat, bidan, apoteker, analis, – tenaga non medis, sebagai pemberi pelayanan kesehatan diantaranya memuat tentang:
1. Entry to market meliputi suatu ketentuan mengenai persyaratan pemberi pelayanan kesehatan (provider) memasuki pasaran.
2. Quality meliputi ketentuan tentang upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi tenaga profesi kesehatan, melalui pengaturan standar profesi, standar kompetensi, peningkatan pendidikan dan keterampilan.
3. Safety meliputi ketentuan sanksi hukum maupun administrasi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga profesi, serta pembinaan dan pengawasan baik oleh pemerintah ataupun organisasi profesi.
4. Quantity meliputi ketentuan jumlah kebutuhan provider kesehatan baik berbasis jumlah penduduk dengan melihat perbandingannya, berdasar kepada kekosongan tempat pelayanan kesehatan (program Pegawai Tidak Tetap), berdasar pada kualitas pelayanan, ataupun berdasar pada kebutuhan masing-masing daerah / local needs health assesment
5. Distribution meliputi bagaimana pengaturan dalam pemerataan provider bidang pelayanan kesehatan baik tingkat nasional, propinsi ataupun kabupaten/kota.
6. Price meliputi ketentuan tarif pelayanan kesehatan yang diberikan provider baik sebagai praktek individu, kelompok ataupun di sarana pelayanan kesehatan (RS/Balai Pengobatan/Puskesmas/BKIA). Harus mengikuti pola tarif Departemen Kesehatan RI dengan berpedoman pada Kepmenkes Nomor 582/MENKES/SK/VI/1997 tentang ketentuan tarif pada RSU Pemerintah.
7. Public information meliputi ketentuan provider agar merahasiakan penyakit penerima pelayanan kesehatan (receiver) – catatan medik / medical record – dan, ketentuan bagi receiver untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur kepada provider demi tindakan pelayanan kesehatan yang optimal.
8. Advertising meliputi bagaimana ketentuan provider pelayanan kesehatan beriklan kepada masyarakat. Mengingat rumah sakit berbasis non-profit, diambil kebijakan untuk tidak ada iklan (advertise) tentang rumah sakit.

Dalam Standart Operational Procedur (SOP) hendaknya juga mengatur regulasi standar terhadap kinerja dokter dan tenaga medis. Hal ini perlu mengingat banyaknya kasus yang mengatasnamakan malapraktek, implikasi dari SOP diharapkan profesi seorang dokter terlindungi sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan tenang dan aman yang justru akan berefek positif kepada pelayanan konsumen.
Selain perlindungan profesi dokter, perlu dipertimbangkan tentang ketentuan pasal yang mengatur hak-hak pasien untuk dapat melakukan tindakan hukum bila terdapat bukti secara absah dirugikan oleh tindakan medik rumah sakit. Baik untuk menuntut rumah sakit sebagai institusi atau secara person terhadap dokter dan tenaga medis rumah sakit. Hal ini bisa jadi meruntuhkan stigma masyarakat yang selalu beranggapan bahwa dunia kedokteran yang tak tersentuh, ini lebih dikarenakan pengetahuan konsumen yang terkadang tak menjangkau. Dan terdukung dengan organisasi profesi yang kuat sesama rekan sejawat.
Kita pun sebagai konsumen sudah saatnya untuk lebih kritis dan peduli. Jangan takut-takut untuk melakukan perubahan apabila memang merasa bahwa ada sesuatu yang tidak semestinya, jangan takut-takut untuk bertanya. Bila pihak rumah sakit atau tenaga medisnya melakukan tindakan yang dapat membuat konsumen bertanya-tanya, ungkapkan pertanyaan itu. Konsumen berhak mendapatkan informasi. Perubahan tidak akan terjadi bila tidak dimulai dari yang terkecil, dari diri kita sendiri. Satu pesan untuk pembaca, ‘jadilah konsumen yang peduli’.

R. Tristanti

Tidak ada komentar: